GAPURA WRINGIN LAWANG
Lokasi : Gapura Wringin Lawang ada di Dukuh Wringin Lawang, Desa Jati Pasar, Kec. Trowulan Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang masuk kearah selatan 200-an meter.
Riwayat Singkat :
Gapura Wringin Lawang disebut juga candi Jati Purno, yang terletak di Desa Jati Pasar (dulu merupakan pasar kerajaan Majapahit). Sebutan yang digunakan terkadang Gapura, terkadang candi. Disebut Wringin Lawang karena bentuknya seperti pintu (lawang) dan di dekatnya tumbuh sepasang pohon beringin. Bangunan terrbuat dari bahan bata merah dan dalam keadaan polos tanpa hiasan. Bentuk bangunan seperti sebuah candi yang dibelah menjadi dua, dari atas ke bawah, sama bentuk dan kemudian di letakkan renggang. Bagian atap tidak tertutup. Bentuk gapura seperti itu disebut model “Candi Bentar” atau “Gapura Gapit” atau “Gapura Belah”.
Gapura Wringin Lawang disebut juga candi Jati Purno, yang terletak di Desa Jati Pasar (dulu merupakan pasar kerajaan Majapahit). Sebutan yang digunakan terkadang Gapura, terkadang candi. Disebut Wringin Lawang karena bentuknya seperti pintu (lawang) dan di dekatnya tumbuh sepasang pohon beringin. Bangunan terrbuat dari bahan bata merah dan dalam keadaan polos tanpa hiasan. Bentuk bangunan seperti sebuah candi yang dibelah menjadi dua, dari atas ke bawah, sama bentuk dan kemudian di letakkan renggang. Bagian atap tidak tertutup. Bentuk gapura seperti itu disebut model “Candi Bentar” atau “Gapura Gapit” atau “Gapura Belah”.
Tinggi
gapura 13,70 meter. Pada bagian tertentu gapura telah dikonsolidasi
(tambal sulam). Bangunan ini menempati areal tanah seluas 616
M2.Umumnya, orang menghubungkan gapura ini dengan gapura masuk ke ibu
kota Majapahit yang terletak di sebelah utara. Bila demikian, tentunya
ambang gapura harus menghadap ke arah utara – selatan. Sedang arah hadap
gapura Wringin Lawang ini Timur – barat, sehingga diduga merupakan
pintu gerbang masuk ke kepatihan. Sebab, selain menghadap barat – timur,
juga letaknya dekat denag pasar dan terpisah dari kraton. Gapura
Wringin Lawang ini belum bisa disebut sebagai pintu gerbang utama. Sebab
pintu gerbang istana Majapahit berpagar besi dan kereta dapat masuk di
tengahnya. Situs gapura Wringin Lawang sampai sekarang masih digunakan
oleh masyarakat sekitar yaitu untuk mencari berkah dan untukselamatan
dengan sesaji.
CANDI BRAHU
Lokasi
: terletak di Desa Bejijong, Trowulan. Dari jalan Mojokerto – Jombang
dapat ditempuh dari Musium Lama (Kantor Suaka peninggalan Sejarah dan
Purbakala Jawa Timur) menyeberang jalan ke Utara sejauh 1,8 Km.
Riwayat Singkat :
Candi
Brahu merupakan bangunan candi dalam pengertian yang sebenar-nya.
Umumnya candi terdiri dari tiga bagian, yakni : kaki candi yaitu bagian
bawah, merupakan gambaran kehidupan. Tubuh candi yaitu bagian tengah,
sebagai tempat untuk bertobat. Atap atau mahkota candi yaitu bagian
atas, sebagai tempat yang suci untuk bersemayam roh. Bagian atap candi
Brahu telah runtuh, dduga dulu berbentuk piramidal. Keseluruhan bangunan
terbuat dari bata merah dan masih dalam keadaan polos. Bentuk bangunan
hampir bujur sangkar, dengan ukuran 18,50 x 20 meter dan tinggi 17,21
meter. Pada keempat sisinya terdapat bagian-bagian yang menjorok keluar
yang disebut penampil. Penampil depan nampak lebih panjang dari penampil
belakang-nya. Pada sisi barat terdapat bagian yang menjorok ke dalam
yang menuju ke bilik candi. Bagian ini merupakan tangga masuk ke bilik
candi. Di bilik candi ada bekas altar atau meja sesaji.
Candi
Brahu tidak berdiri sendiri, disekitarnya terdapat bangunan candi-candi
lain, yaitu candi Gentong, candi Gedong dan candi Tengah. Di antara
ketiga candi itu, hanya candi Gentong yang masih terlihat sisa-sisanya,
dan terletak di sebelah timur candi Brahu. Di sekitar candi Brahu pernah
ditemukan benda-benda kuno, antara lain :
* benda-benda dari emas dan perak.
* 6 buah arca yang bersifat agama Budha.
* piring perak yang bagian bawah bertuliskan kuno.
* 4 lempeng prasati tembaga dari jaman sindhok.
Bangunan
candi Brahu diduga bersifat Budhistis, ada dugaan dibangun sejak awal
Majapahit, tetapi ada pula yang menduga dari abad XV. Sebagian bangunan
telah dikonsolidasi. Ada kepercayaan, bahwa candi Brahu ini pernah
digunakan untuk memperabukan/ membakar raja Brawijaya I sampai IV. Namun
dalam penelitian belum pernah ditemukan adanya bekas-bekas abu mayat.
KOLAM SEGARAN
Lokasi
: Kolam Segaran terletak di Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, tepatnya
di sebelah timur laut Museum Purbakala Trowulan, di tepi jalan desa
jurusan Trowulan-Pakis.
Riwayat Singkat :
Bangunan
berupa sebuah kolam yang sangat luas kemudian disebut disebut Segaran.
(segaran berasal dari segara=laut berakhiran –an = buatan). Ditemukan
kembali dari timbunan tanah pada tahun 1926 oleh Ir. Henri Maclaine
Pront, yaitu arsitek berkebangsaan Belanda yang pernah mendirikan Museum
Trowulan (lama), serta perhatiannya cukup besar dalam penelitian bekas
kota Majapahit. Bangunan yang ada sekarang adalah hasil pemugaran yang
dimulai pada tahun 1974 dan dikerjakan selama kurang lebih 10 tahun,
jadi selesai pada tahun 1984. Dari jumlah keseluruhan batu bata kolam
sebanyak 8589 m3 yaitu sejumlah 412.200 buah, 43%nya (3692 m3) sebanyak
177.200 buah di antaranya dipasang ulang.
Selama
pemugaran berlangsung terutama sewaktu diadakan penggalian
kepurbakalaan, tidak ditemukan benda-benda yang berarti kecuali sebuah
mata kail emas, kepingan tulang-tulang, sebuah pegangan tutup dari tanah
liat dan sebuah lumpang batu kecil. Luas kolam segaran keseluruhan
menempati areal 6,50 ha. Bangunan memanjang dari utara ke selatan
sepanjang 375 m, lebar 175 m, tinggi tembok 2,88 dengan ketebalan
dinding 1,60 meter.
Pintu
masuk kolam yang sekaligus berfungsi sebagai pintu keluar terdapat di
bagian barat, di sini terdapat teras yang berukuran panjang 10,40
meter,lebar 8,40 meter dengan tangga turun yang berupa undak-undakan
selebar 3,50 meter. Kalau dahulu kolam memperoleh air dari sungai kecil
yang berada di bagian barat laut, kini saluran air masuk dipindahkan di
sudut tenggara.
MAKAM PUTRI CEMPA
Lokasi :
Terletak di desa Trowulan, kecamatan Trowulan, dapat dicapai dari
peremapatan Trowulan ke arah selatan sekitar 500 m, kemudian pada sebuah
simpang tiga belok ke timur sejauh lebih kurang 250m. tepatnya bangunan
Makam Putri Cempa di sebelah timur Laut Kolam Segara.
Riwayat Singkat :
Makam
Putri Cempa dikeramatkan terutama pada hari-hari tertentu yaitu pada
malam Selasa Kliwon dan Jumat Legi ramai dipenuhi oleh para wisatawan
dalam berbagai keperluan. Nama “Putri Cempa” adalah nama yang diberikan
berdasarkan cerita rakyat. Obyek yang mempunyai nilai kepurbakalaan
adalah batu nisan berangka tahun 1370 Saka (1448 M) dalam huruf Jawa
Kuno. Nisan berangka tahun tersebut sebanyak dua buah, yang satu
terletak di makam utama yaitu di halaman paling belakang di tempat yang
letaknya agak tinggi dan sebuah lagi di halaman tengah dalam ukuran
lebih kecil. Yang pertama berukuran, tinggi : 62 cm, lebar ; 43 cm, dan
tebal : 13 cm. sedangkan yang kedua, tinggi : 32 cm, lebar : 22 cm, dan
tebal : 11 cm. peristiwa apa yang ditandai dengan tahun 1370 Saka
tersebut belum dapat dipecahkan. Kemungkinan komplek makam Putri
Cempa adalah makam-makam bangsawan atau Keluarga majapahit yang telah masuk agama islam.
KOMPLEK MAKAN TROLOYO
Lokasi : Di Dukuh Sidodadi, Desa Sentonorejo, kecamatan Trowulan. Kira-kira 750 m di sebelah selatan Candi Kedaton dan Sumur Upas.
Lokasi : Di Dukuh Sidodadi, Desa Sentonorejo, kecamatan Trowulan. Kira-kira 750 m di sebelah selatan Candi Kedaton dan Sumur Upas.
Riwayat Singkat :
Dahulu
komplek makam Troloyo berupa sebuah hutan, seperti hutan Pakis yang
terletak lebih kurang 2 Km di sebelah selatannya. Peneliti pertama kali
P.J. Veth, hasil penelitiannya diterbitkan dalam buku Java II yang
diterbitkan dalam tahun 1878. Kemudian L.C. Damais seorang sarjana
berkebangsaan Perancis,hasil penelitiannya dibukukan dalam “Etudes
Javanaises I. Les Tombes Musulmanes datees de Tralaya” yang dimuat dalam
BEFEO (Bulletin de Ecole francaise D’extrement-Orient). Tome XLVII Fas.
2. 1957. Menurut Damais angka-angka tahun yang terdapat di komplek
makam Troloyo yang tertua berasal dari abad XIV dan termuda berasal dari
abad XVI. Kesimpulannya bahwa ketika Majapahit masih berdiri
orang-orang Islam sudah diterima tinggal di sekitar ibu kota. Ada dua
buah kelompok atau komplek pemakaman : sebuah komplek terletak di bagian
depan yakni di bagian tenggara dan sebuah lagi di bagian belakang
(barat laut). Komplek makam yang terletak di sebuah bagian depan
berturut-turut sebagai berikut :
1. Makam
yang dikenal dengan nama Pangeran Noto Suryo, nisan kakinya berangka
tahun dalam huruf Jawa Kuno 1397 Saka (= 1457 M) ada tulisan arab dan
lambang ‘surya Majapahit”.
2. Makam
yang dikenal dengan nama Patih Noto Kusumo, berangka tahun 1349 Saka
(1427 M) bertuliskan Arab yang tidak lengkap dan lambang surya.
3. Makam
yang dikenal dengan sebutan Gajah Permodo angka tahunnya ada yang
membaca 1377 Saka tapi ada yang membaca 1389 Saka, hampir sama dengan
atasnya.
4. Makam
yang dikenal dengan sebutan Naya Genggong, angka tahunnya sudah aus,
pembacaan ada dua kemungkinan : tahun 1319 Saka atau tahun 1329 Saka
serta terpahat tulisan Arab kutipan dari surah Ali Imran 182 (menurut
Damais 1850).
5. Makam yang dikenal sebagai Sabdo palon, berangka tahun 1302 Saka dengan pahatan tulisan Arab kutipan surah Ali Imran ayat 18.
6. Makam
yang dikenal dengan sebutan Emban Kinasih, batu nisan kakinya tidak
berhias. Dahulu pada nisan kepala bagian luar menurut Damais berisi
angka tahun 1298 Saka.
7. Makam
yang dikenal dengan sebutan Polo Putro, nisannya polos tanpa hiasan.
Menurut Damais pada nisan kepala dahulu terdapat angka tahun 1340 Saka
pada bagian luar dan tulisan Arab yang diambil dari hadist Qudsi
terpahat pada bagian dalamnya.
Sebagian
dari nisan-nisan pada Kubur Pitu tersebut berbentuk Lengkung Kurawal
yang tidak asing lagi bagi kesenian Hindu. Melihat kombinasi bentuk dan
pahatan yang terdapat pada batu-batu nisan yang merupakan paduan antara
unsur-unsur lama unsur-unsur pendatang (Islam) nampaknya adanya
akultrasi kebudayaan antara Hindu dan Islam. Sedangkan apabila
diperhatikan adanya kekurangcermatan dalam penulisan kalimah-kalimah
thoyyibah dapat diduga bahwa para pemahat batu nisan nampaknya masih
pemula dalam mengenal Islam.
CANDI BAJANGRATU
Lokasi
: Candi Bajangratu terletak di Dukuh Kraton, desa Temon kecamatan
Trowulan. Perjalanan dapat ditempuh dari perempatan Dukuh Nglinguh ke
arah timur sejauh kurang lebih 2 Km. Candi Bajangratu terletak sekitar 200 m masuk ke utara dari jalan desa.
Riwayat singkat :
Candi
Bajangratu sewaktu ditemukan dalam keadaan yang mengkhawatirkan, untuk
menghindari kerusakan, maka pada tahun 1890 dipasangkan balok-balok kayu
sebagai penyangga langit-langit. Kemudian diganti dengan besi.
Penyelamatan bangunan dari reruntuhan diselesaikan pada tahun 1915,
sedang penggalian serta penyelidikan di sekitar candi tahun 1991.
Bangunan yang ada sekarang adalah hasil pemugaran dari tahun 1985 / 1986
kemudian dilanjutkan tahun anggaran 1988 / 1989 sampai dengan 1990 /
1991. Bentuk Bangunan
Candi
Bajangratu berbentuk Gapura pintu masuk, terbuat dari batu bata merah
kecuali undak-undakannya dan bagian atas langit-langit dan ambang atas
terbuat dari batu andesit. Candi Bajangratu sebenarnya adalah gapura
atau regol, modelnya seperti candi Bentar tetapi ada tutup di atasnya
sering disebut Paduraksa diikuti dengan Semartinandu artinya
depan dan belakang hampir sama. Candi bajangratu sebelah kiri dan kanan
terdapat samprangan dinding yang membujur ke arah timur dan barat. Maka
Candi Bajangratu termasuk gapura bersayap. Model semacam ini dapat
ditemukan di daerah lain seperti :
* Komplek makam Sendang Duwur di Pacitan, Lamongan.
* Gapuro Jedong di Ngoro, Mojokerto.
* Plumbangan di Blitar.
Gapuro
Bajangratu tinggi 16,10 meter, lebar 1,74 m dan panjang 11,20 meter.
Umurnya candi Jawa Timur berbentuk kubus dan ramping. Bagian mahkota
bangunan merupakan perpaduan tingakatan yang merupakan kesatuan makin ke
atas makin kecil dan diselingi dengan pelipit-pelipit yang mendatar.
Pelipit-pelipit tersebut dihiasi dengan sulur daun-daunan yang pada
bagian tengahnya dan bagian sudutnya berhiaskan bentuk “Plata batu” atau
monokol simblop artinya semua bagian-bagian tidak ada yang sama jadi
hanya satu. Antara menara-menara tersebut juga diselingi pelipit-pelipit
mendatar. Yang sangat menarik adanya ukiran-ukiran yang berupa sepasang
cakar yang diapit oleh Naga pada bagian atap gapura.
Pada
dinding kanan sayap gapura tedapat relief Ramayana sedang pada bagian
kaki gapura kanan tangga masuk pada bidang menghadap ke selatan dan
timur terdapat relief Sri Tanjung.
Menurut
pendapat Sri Suyatmi menghubungkan dengan wafatnya Raja Jayanegara yang
mangkat tahun 1328. Apabila pembangunan gapura dilaksanakan 12 tahun
setelah pesta Srada maka pendirian gapura Bajangratu berlangsung tahun
1340. Bentuk pintu sudah ada penyangga atap terbuat dari besi. Hal ini
masih ada jenang pintu. Kemungkinan gapura ini dulunya berpintu dapat
ditutup sebagaimana disebutkan dalam buku Negara Kertagama pintu terbuat
dari besi yang berukir.
Candi Bajangratu dalam Mithos :
Ketika
permaisuri raja Brawijaya V dari Majapahit yang bernama Dewi Arimbi
sedang dalam keadaan hamil sang prabu memerintahkan untuk membangun
sebuah gapura dengan maksud sebagai gerbang masuk ke tempat kediaman
calon putra mahkota yang akan lahir. Dewi Arimbi adalah sebenarnya
seorang puteri raksasa yang berasal dari Negeri Alengka. Ketika
kandungan semakin tua dan melahirkan rahasia sang puteri diketahui oleh
sang Prabu dan terdorong oleh rasa malu sang puteri kemudian
meninggalkan istana dan ke hutan Damarwulan, di Kuncong Kediri. Di sini
sang puteri melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama
Arya Damar.
Pembangunan gapura terpaksa tidak dilanjutkan hanya bagian kiri dan kanan gapura dipahatkan relief raksasa seolah-olah gambar Dewi Arimbi. Karena
gapura ini gagal untuk Kraton maka kemudian dikenal dengan nama
Bajangratu, artinya wurung tidak jadi ratu. Cerita ini membekas di
masyarakat terbukti masih ada kepercayaan tabu, bagi para pejabat
pemerintah untuk memasuki gapuro karena akan membawa kesialan (wurung).
CANDI TIKUS
Lokasi : Terletak di dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan. Dari Candi Bajangratu ke arah tenggara sekitar 500 m.
Riwayat Singkat :
Candi
Tikus ditemukan dari timbunan tanah pada tahun 1914. Pada masa itu di
daerah Temon dan sekitarnya sedang dilanda hama tikus. Setiap diadakan
pengejaran tikus tersebut lari dan masuk ke suatu lubang yang terletak
di sebuah gundukan tanah. Lubang tersebut ternyata menjadi sarang tikus
dan akhirnya dibongkar atas perintah Bupati Kromojoyo Adinegoro,
ternyata di dalamnya terdapat bagian dari sebuah bangunan. Ketika
penggalian dilanjutkan yang nampak adalah sebuah bangunan. Atas ijin
Dinas Purbakala penggalian menampakkan seluruh bangunan diteruskan dan
selesai tahun 1916. Penyelidikan dilanjutkan dan selesai tahun 1923.
Dalam pembenahan lingkungan diadakan perluasan areal sehingga halaman
purbakala menjadi lebih luas.
Bentuk Bangunan
Bangunan
tersebut di kalangan masyarakat dikenal sebuah pemandian suci di masa
lampau sering dengan upacara keagamaan. Bangunan berukuran panjang 25,40
meter, lebar 23,60 meter, tinggi 3,50 meter. Bangunan petirtaan berupa
teras bersusun-susun yang menonjol di dinding sisi selatan menjorok ke
depan, dua bilik kolam masing-masing berada di sudut timur laut dan
barat laut serta dikelilingi dinding yang bentuknya bertingkat-tingkat.
Keseluruhan bangunan terbuat dari batu bata merah, kecuali pancuran
terbuat dari batu andesit. Jalan menuju ke kolam terletak di bagian
utara yang berupa trapatan undak-undakan selebar 3,50 meter. Bangunan
teras yang menjorok ke depan adalah bangunan percandian. Dinding teras I
terdapat menara masing-masing 8 buah, pada teras II juga terdapat 8
buah. Sedang di bagian depan dikelilingi pancuran berjumlah 17 buah.
Pada candi induk terdapat sebuah menara yang dikelilingi 8 buah menara.
Di bawahnya ada 4 buah menara pada sudut teras dan 4 buah lagi pada
bagian tengah masing-masing sisi. Bangunan tersebut menggambarkan gunung
Mahameru yang dianggap suci bagi pemeluk agama Hindu. Air yang keluar
dianggap suci.
Dua
buah bangunan yang berupa bilik kolam berukuran 2 meter, panjang 3,50
meter, tebal dinding 0,80 meter serta kedalaman 1,5 meter. Sampai saat
ini belum diketahui fungsinya. Pada saluran pembuangan diduga setinggi
80 cm yang letaknya di bawah sebelah kanan tangga.
Catatan : masih banyak situs di trowulan ini yang belum diungkapkan
0 komentar:
Post a Comment